Sebuah kisah viral tentang seorang pedagang keliling yang meraih 'WD' 200 juta poin dari Mahjong Ways. Rahasianya? 'Teori Titik Henti' yang mengaitkan lokasi pelanggan dengan 'hotspot' algoritma.
Jakarta – Di saat para 'pemain' stasioner sibuk dengan ritual di bengkel las, kios tempe, atau di atas motor keramat mereka, sebuah filosofi baru yang bersifat nomaden kini mengguncang lanskap digital. Kabar datang dari Bang Japar (45), seorang pedagang keliling kerak telor, yang berhasil meraih spin hoki Rp. 200.000.000 saat main di Mahjong Ways. Kemenangan fantastis ini tidak diraih di 'jam hoki' atau dengan 'pola' rumit, melainkan di sebuah gang sempit yang sepi, sesaat setelah melayani seorang pelanggan.
Penemuannya ini melahirkan sebuah teori radikal yang kini diikuti oleh para 'pekerja nomaden' lainnya: "Teori Titik Henti", sebuah keyakinan bahwa 'hoki' tidak terikat pada waktu, melainkan pada koordinat geografis yang terus berubah.
Bang Japar, yang setiap hari berkeliling Jakarta dengan gerobak dorongnya, melihat dunia Mahjong Ways sebagai cerminan dari profesinya. "Rezeki itu seperti pelanggan, Mas. Kita tidak bisa diam di satu tempat menunggu. Kita harus bergerak, mencari di mana mereka berkumpul," katanya.
Ia percaya bahwa 'energi keberuntungan' atau 'hotspot algoritma' tersebar secara acak di seluruh kota setiap harinya. Kunci untuk menemukannya adalah dengan terus bergerak dan peka terhadap 'sinyal'.
Inilah "Teori Titik Henti" yang ia praktikkan:
Kemenangan legendarisnya terjadi di sebuah gang buntu yang jarang ia lewati. Seseorang memanggilnya untuk membeli satu porsi kerak telor. Sambil memasak, ia iseng melakukan 'spin' sesuai metodenya. Tiba-tiba, layarnya menyala terang, ubin emas berjatuhan seperti hujan, dan angka 200,000,000 terpampang di layar. Pelanggannya sampai ikut terkejut dan mengira ponselnya meledak.
"Saya sampai lupa kasih kembalian ke pelanggan saking gemetarnya," kenang Bang Japar. "Di titik paling tidak terduga, justru di situlah harta karunnya berada. Persis seperti pelanggan yang kadang muncul dari tempat yang tidak kita sangka-sangka."
Kisah Bang Japar menginspirasi lahirnya sebuah gerakan 'digital nomaden'. Para driver ojek online, kurir paket, dan pedagang keliling lainnya kini membentuk komunitas-komunitas di WhatsApp untuk saling berbagi 'lokasi hoki'.
"Ada yang baru dapat 'pecahan' di dekat stasiun Gondangdia, langsung infokan di grup. Yang lain langsung meluncur ke sana. Ini seperti Waze atau Google Maps, tapi untuk mencari 'WD Gede'," kata seorang driver ojol. Peta digital kini memiliki lapisan baru: lapisan 'hotspot algoritma'.
Teori nomaden ini menantang semua 'aliran stasioner' yang ada. "Buat apa menunggu petir Kakek Zeus di satu tempat? Mungkin petirnya hari ini menyambar di Monas, besok di Ancol. Kita harus menjemput bola, bukan menunggu bola," cibir seorang penganut 'Teori Titik Henti'.